Efek Video Game pada Sepakbola

Bola Mania - Video game sering dilihat sebagai distraksi dan perusak generasi oleh komunitas masyarakat negara kita. Sejalan dengan opini tersebut, publik dunia juga masih menganggap video game sebagai media superfisial dengan tingkat signifikansi dan substansi yang dangkal.

Namun, ada argumen lain yang menyatakan bahwa video game adalah bagian dari kesenian dan kreativitas, yang tentunya memiliki signifikansi dan substansi yang mendalam. Video game berkali-kali telah mempengaruhi terbentuknya komunitas-komunitas dengan kesamaan hobi atau ketertarikan sehingga menjadi media yang mentransfer nilai-nilai positif dari keraguan yang muncul pada opini pembuka di atas.

Video game seperti Word of Warcraft, DotA, Counter-Strike, maupun judul-judul lainnya telah membentuk komunitas tersendiri di dunia yang sudah serba digital ini.

Salah satu yang berkaitan dengan sepakbola tentunya adalah video game FIFA, yang telah menjadi pemicu bagi masyarakat untuk berbagi ketertarikan, entah pada video game maupun sepakbola itu sendiri.

Video game FIFA telah melakukan rilis resmi versi terbaru mereka, yaitu FIFA 15, akhir bulan lalu untuk berbagai macam konsol (PlayStation, Xbox, dan PC).

Dalam video game FIFA ini misalnya sudah berjalan berdampingan bersama dunia sepakbola itu sendiri dan mendorong para gamer untuk mencari tahu hal-hal yang berbau sepakbola. Seperti menonton pertandingan, menyimak berita, dan bahkan melakukan studi dan riset untuk sepakbola. Sebuah hal positif yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh generasi sebelumnya.

Video Game FIFA sebagai Media Pemasaran

Sebuah studi oleh Dae Hee Kwak, PhD dan kawan-kawannya dari University of Michigan menunjukkan bahwa 53,2% pemain video game FIFA adalah remaja dengan rentang usia 18 sampai 24 tahun.

Dari 459 sampel yang mereka ambil dari Amerika Serikat (AS) saja, sebanyak 54,2% di antara pemain FIFA adalah remaja yang setidaknya sudah lulus kuliah (bergelar sarjana), sehingga menimbulkan opini publik bahwa video game tidak terlalu berpengaruh buruk pada prestasi siswa/mahasiswa mereka.






Tidak heran, akhir pekan di AS memang selalu digunakan masyarakatnya sebagai waktu yang berhubungan dengan olahraga, entah menonton pertandingan, memainkan pertandingan, maupun bermain video game olahraga.
Selain melakukan olahraga itu sendiri, mereka selalu mencari sports bar, berkumpul di salah satu tempat teman, maupun mencari layar terbesar yang bisa mereka temukan untuk menonton atau bermain video game olahraga.

Riset Hee Kwak di atas didukung analisis Rich Luker dari ESPN Sports Poll. Ia menunjukkan bahwa sepakbola adalah olahraga favorit ke dua masyarakat AS yang berusia 18 sampai 24 tahun.

Beberapa tahun terakhir ini, popularitas sepakbola ("soccer", bukan "football") memang semakin meningkat berkat dua hal, yaitu tontonan sepakbola (terutama Piala Dunia) dan tentu saja topik bahasan kali ini, video game sepakbola, tepatnya adalah FIFA.

Game franchise dari Electronic Arts (EA) ini sudah menjadi faktor krusial yang menjadi fondasi bagi sepakbola untuk tumbuh dan berkembang di dunia pemasaran AS.

Penjualan FIFA sudah meraih 100 juta kopi sejak tahun 1993, dengan FIFA 15 diperkirakan akan menyentuh penjualan sebesar 11,3 juta kopi di seluruh dunia. Tapi ingat, ini tidak termasuk video game bajakan yang biasa masyarakat Indonesia umumnya nikmati.

Bermain sepakbola dan video game memang merupakan dua kegiatan yang saling berhubungan (mutualisme) di AS. Dalam satu dekade terakhir saja, sepakbola sudah menjadi olahraga favorit bagi orang tua untuk menyuruh anak mereka berkegiatan di dalamnya, sementara video game adalah cara yang digunakan oleh masyarakat AS untuk “escape from reality”. Jadi bisa dipahami bahwa kombinasi dari keduanya, yaitu video game sepakbola, menjadi formula yang bonafid.

Efek Popularitas untuk Sepakbola Eropa

Salah satu studi yang dilakukan oleh Matt Darlow juga menunjukkan bahwa video game simulasi olahraga adalah jenis video game yang paling menjadi favorit dari masyarakat AS.

Menurutnya, sebelum video game sepakbola marak di AS, sepakbola sering dipandang sebagai olahraga yang membosankan dengan "hanya mengoper bola ke seluruh lapangan, dengan skor yang kecil, dan pemain-pemainnya sering terjatuh dan melakukan protes".

Hee Kwak juga menunjukkan bahwa salah satu fitur yang paling menarik dari video game sepakbola adalah kualitas grafik, gameplay, dan juga tentunya adalah terbentuknya komunitas-komunitas baru, bukan saja bagi AS, tapi juga bagi seluruh dunia.

Serupa dengan kisah Darlow di atas, Roger Bennett, salah satu blogger ESPNFC, menunjukkan efek dari video game FIFA kepada fans olahraga lainnya.

Dalam artikelnya, Bennett menjelaskan bahwa sepakbola telah menjelma menjadi “olahraga komunis” dengan waktu bermain online para pemainnya bisa mencapai angka lebih dari sembilan jam per pekan.

"Video game telah menjelma menjadi kehidupan nyata. Kampus kami (University of Alabama) telah dibanjiri oleh para pemain FIFA, bahkan mereka sudah terang-terangan memakai seragam tim yang mereka bela," katanya.



"Revolusi ini tentunya mengacu juga pada fitur lainnya di FIFA, yaitu Support Your Club," lanjutnya. 'Support Your Club' adalah fitur yang memungkinkan bisa memilih tim favorit untuk menunjukkan "identitas utama" kita pada video game tersebut.

Kemudian berdasarkan banyaknya pemain dan tingkat kemenangan klub tersebut di FIFA, ini bisa menciptakan klasemen tersendiri yang membuat klub yang sudah kita pilih berada pada peringkat tertentu di seluruh dunia. Naik dan turunnya peringkat klub pada 'Support Your Club' sepenuhnya berdasarkan pada pemain FIFA itu sendiri.

FC Barcelona dan Manchester United adalah dua klub yang sering dipilih oleh masyarakat AS sebagai tim 'Support Your Club' mereka.

Jadi klub-klub di Eropa harus berterimkasih kepada FIFA, popularitas mereka telah naik dalam beberapa tahun terakhir ini. Fanbase yang tumbuh ini lah yang meningkatkan kesempatan untuk klub melakukan pemasaran dengan serangkaian tur ke AS, hak siar televisi, maupun dari periklanan.

Awal musim ini saja, selain tur terpisah, kita bisa melihat ajang resmi International Champions Cup dan MLS All-Stars Game yang sudah digelar di Negeri Paman Sam itu. Tidak mau kalah, dua kejuaraan di atas bisa kita saksikan lagi tahun depan.

Dalam kenyataannya, FIFA tidaklah selalu menjadi "mega hit". Pro Evolution Soccer (PES) dari Konami selalu membuntuti mereka di belakang. Bahkan selama awal tahun 2000-an sampai 2007, PES sempat mendominasi pasar video game sepakbola di dunia, sebelum pada 2008 mereka melakukan desain ulang yang terbukti menjadi awal dari terpuruknya PES.

Keterpurukan PES ini juga bisa dipahami lebih lanjut karena FIFA merupakan "video game resmi" (secara tidak langsung). Mereka memiliki lisensi resmi dari hampir seluruh tim top di dunia.

Pada FIFA (kembali kami ingatkan, bukan versi bajakan tentunya) juga kita bisa mendapatkan update yang berkaitan dengan pemain (kepindahan, performa, dll) setiap pekannya. "Update pada FIFA adalah sesuai dengan kenyataan, jadi apa yang Anda saksikan di televisi adalah apa yang juga Anda saksikan pada video game," kata Nick Channon, produser game di EA.

Efek Video Game pada Permainan

Jika kita sudah mengetahui efek video game pada komunitas dan popularitas sepakbola, pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah: Apakah ada efek positif dari video game untuk permainan sepakbola itu sendiri?

FourFourTwo Performance sempat membahas bahwa video game ternyata memiliki efek positif pada permainan sepakbola (di atas lapangan sungguhan). FIFA (FIFA yang sesungguhnya) telah melakukan survei kepada lebih dari 10.000 gamer, 58% di antara mereka berpendapat bahwa kemampuan virtual yang mereka pelajari pada video game FIFA telah meningkatkan permainan mereka juga di atas lapangan.

Hubungan antara kemampuan jemari Anda menari di atas joystick dengan performa di atas lapangan ternyata bisa berbagai macam. Sebuah riset dari Queen Mary University di London menunjukkan bahwa video game dapat meningkatkan kemampuan otak.

Riset ini berkata bahwa gamer yang sering memainkan jenis video game strategi militer seperti StarCraft, Age of Empires, atau Dota, adalah mereka yang memiliki kemampuan memutuskan (decision-making), kreativitas, dan cara berpikir lateral yang baik.

"Riset ini juga menunjukkan bahwa video game real-time strategy (RTS) dapat meningkatkan kemampuan berpikir secara menyeluruh, sikap antisipatif, dan belajar dari kesalahan yang sudah terjadi," seperti yang dijelaskan oleh Dr. Brian Glass sebagai pemimpin riset.

Itu berarti sekedar peregangan jemari Anda pada PlayStation, Xbox, atau PC dapat membuat Anda memilih jalur operan yang tepat, mengetahui kapan saat yang tepat untuk berlari, atau mengetahui timing yang tepat dalam meluncurkan tekel yang berisiko di kotak penalti.

Sekarang Anda memiliki alasan yang sah untuk bermain video game dan terus mengasah jari-jemari Anda dengan cara yang, yeah... bisalah dibilang positif. | Detik
====

*Penulis biasa menulis untuk @panditfootball dan About The Game, beredar di dunia maya dengan akun @DexGlenniza