Konflik terus meruap di langit ibukota Italia tersebut setelah Roma dibeli oleh para investor Amerika Serikat dari keluarga Sensi, 2011 lalu. Musim panas ini, kontroversi makin panas, manakala para petinggi klub meminta untuk mengubah simbol klub guna memudahkan pemasaran luar negeri.
"Sejujurnya, saya lebih suka kalau Roma berhenti menggunakan lagu saya, karena ini tidak lagi Roma yang saya tahu," kata Venditti, seperti dikutip Football Italia, Rabu, 3 Juli 2013.
Venditti menulis lagu legendaris Grazie Roma, yang selalu dimainkan di Stadion Olimpico setelah kemenangan. Selain itu, ia juga menulis lagu berjudul Roma, Roma, Roma yang merupakan lagu resmi dan selalu dimainkan lewat pengeras suara sebelum dan setelah pertandingan kandang.
"Aku tidak bisa melihat klub saat ini dalam lagu kebangsaan yang saya tulis," ujar Venditti. "Jika Roma tidak ingin lagi menggunakan lagu-lagu saya, maka mereka akan tetap berada di hati para suporter."
"Saya mengatakan ini karena ada rumor berputar bahwa klub telah menugaskan pembuatan lagu baru," tukas Venditti. "Saya di sini untuk memberitahu mereka, itu tidak masalah. Saya hanya ingin orang-orang diizinkan berpartisipasi lebih banyak di Roma."
Sejak rejim Sensi tumbang di AS Roma, mayoritas suporter Roma menolak kehadiran pemilik baru klub kebanggaan mereka. Para investor asal Amerika Serikat, yang diwakili oleh James Palotta dan Thomas R. Di Benedetto, itu menurut para suporter hanya mementingkan bisnis ketimbang semangat olahraga dan fanatisme yang melekat pada AS Roma.
"Pemilik saat ini tidak bisa menilai tepat arti kata Roma atau kota ini. Anda tidak dapat mengunjungi Paus Francis dengan memakai kaus Boston Celtics," ketus Venditti. | Tempo | Foto: Wikimedia.org